Pernikahan. Sebuah kata yang tak pernah terpikirkan olehku selama hampir 20 tahun hidup di dunia ini. Tidak memiliki hasrat untuk menikah, tidak percaya apa itu cinta, dan ingin hidup menjadi biarawati adalah isi pikiranku 3 tahun yang lalu. Dari aku kecil hingga tahun 2019, aku menganggap konsep pernikahan adalah hal yang mengerikan. Hidup bersama orang asing untuk selamanya, menerima kekurangan mereka? Hal yang aneh menurut Niken 3 tahun yang lalu . Bagaimana jika tidak cinta dengan orang yang dinikahi? Bagaimana jika pasangan tidak mencintai kita? Bagaimana jika ujung-ujungnya berpisah? Setidaknya pertanyaan-pertanyaan itu yang selalu muncul dalam benakku. Bisa jadi hal-hal ini adalah bentuk dari ketakutanku semata akan konsep dan gambaran pernikahan yang aku ketahui, dan merupakan proyeksi akan trauma yang aku alami. Aku tumbuh dalam keluarga yang dikata harmonis, tidak. Namun jika dikata tidak harmonis, juga bukan. Mami dan Papa seringkali berselisih paham dan tidak akur seperti
Aku pernah suka perayaan ulang tahun. Menurut Niken kecil, ulang tahun harus dirayakan. Tidak harus besar dan mewah, cukup yang sederhana (dihadiri hanya anggota keluarga kecil) maka sudah sangat membahagiakan. Aku masih ingat betapa senangnya aku melihat kue ulang tahun yang dibeli orang-tuaku, meniup lilinnya yang berbentuk angka, memotong segitiga kuenya, dan membagikan pada banyak orang. Tidak hanya itu, Niken kecil juga akan mengenakan gaun yang ujungnya berumbai-umbai bak putri kerajaan dan Papa akan mengambil beberapa jepret momen perayaan ulang tahun untuk mengabadikannya. Jangan lupakan juga perihal kado. Semua hal yang sudah aku ceritakan diatas, tentunya kini tidak berlaku untuk diriku yang sekarang. Aku semacam mempunyai love-hate relationship dengan sebuah perayaan ulang tahun. Aku masih suka memandangi kue ulang tahun yang cantik, aku suka perasaan berkumpul dengan orang terkasih saat ulang tahun, aku tetap menyukai perasaan meniup lilin ulang tahun seakan hal tersebut