Life's been getting hard, and I'm just tryna survive.
Beberapa bulan yang lalu aku pergi ke psikiater. Di pertemuan pertama, aku diberi dua obat untuk mengatasi masalah yang sedang aku hadapi. Yaitu, mudah lupa. Dokter nggak memberikan kejelasan mengenai diagnosis penyakitnya, tapi yang aku tahu, obat yang diberikan merupakan obat yang digunakan untuk penderita demensia.
Sebenarnya, selain mudah lupa aku punya banyak sekali keluhan tapi yaaaa kayaknya emang itu yang menjadi highlight untuk dokternya. Setelah 2 minggu konsumsi obat tersebut, aku kembali konsultasi dengan dokter untuk keluhanku yang lain. Aku sering sedih dalam jangka waktu yang lama. Aku bisa secara tiba-tiba merasakan sedih yang luar biasa (dengan atau tidak dengan alasan) dan aku bisa menyelami kesedihanku sampai satu bulan lamanya. Hal tersebut kambuhan. Dari analisisku, ini adalah gejala dari gangguan depresi mayor, dan memang benar, akhirnya dokter memberi aku anti depresan dengan dosis yang kecil.
Belum jadi dokter, tapi rasanya aku sudah gagal dari awal. Itu yang terus-terusan aku pikirkan. Bayangkan, seorang calon dokter memiliki depresi dan masalah pada memorinya? Siapa yang akan percayakan aku sebagai dokternya kelak, jika saat belajar saja aku kesulitan?
Aku sendirian, mungkin cuma satu temanku yang aku ceritakan tentang hal ini, tapi itupun tidak banyak. Keresahanku, aku pendam sendiri. Aku takut akan ditinggalkan kalau aku membagikannya. Orang akan memandangku lemah, tidak berdaya, cari muka, cari perhatian.
Orang lain maju kedepan, melanjutkan hidup. And i'm stuck here, mencoba untuk bertahan sampai waktu yang tidak jelas. I really want to giving up on this life, tapi Tuhan sudah memberi aku 20 tahun yang sangat berharga. Rasanya.. kalau aku menyerah, aku seperti tidak menghargai dan malah menghina Tuhan.
Healing takes time. Sabar, mungkin satu kata itu yang cocok untukku.
Comments
Post a Comment