Skip to main content

The Firstborn Daughter

    Menjadi anak pertama memang tidak mudah, apalagi bagi seorang perempuan. Seakan-akan kita dituntut untuk menggotong dunia. Beban yang dibawanya sangatlah besar. Kita diminta untuk menjadi cerdas, rajin, harus bisa melakukan banyak hal, harus kuat jiwa dan raga, namun tidak semua orang tua mengerti bagaimana rasanya menjadi anak pertama. 

    Sebagai anak perempuan pertama, cukup berat rasanya untuk aku menyeimbangkan semuanya. Mulai dari pendidikan, segala urusan organisasi dan kepanitiaan di kampus, side hustle, ataupun masalah yang ada di rumah. Belum lagi mengurus fisik dan mental diri sendiri. Beruntungnya aku tidak sedang menjalin sebuah hubungan spesial dengan seseorang, jadi aku tidak punya tanggungan lain hehehe.

    Terkadang, jika aku hanya berfokus pada suatu hal maka hal yang lain akan keteteran. Apalagi jika kondisi mental sedang buruk atau lelah-lelahnya. Inilah yang sedang aku rasakan akhir-akhir ini. Sejak adanya pandemi COVID-19, kondisi mentalku semakin tidak bagus dan pikiranku semakin kacau. Aku bisa nangis hampir setiap hari, for no reason. Keinginan untuk reaching out psikolog/psikiater sangatlah besar, namun ketakutanku untuk tertular atau menularkan virus juga tidak kalah besar. 

    I've been through a lot in the past dan aku belum sembuh dari semua trauma yang aku alami. Aku seringkali ter-trigger untuk mengingat masa lalu dan hal tersebut yang menjadi penghalangku untuk fokus di masa sekarang dan masa mendatang.

    Kehidupan akademikku semakin berantakan karena aku nggak bisa berkonsentrasi dan berpikir dengan baik, sedangkan orang tuaku sangat berharap besar denganku. Di sisi lain untuk urusan organisasi dan kepanitiaan di kampus juga semakin aneh rasanya. Aku semakin sering mengecewakan banyak orang karena aku nggak bisa bekerja dengan maksimal dan tidak bisa membuahkan hasil yang bagus. Begitu pula yang terjadi pada side hustle yang aku lakukan. Aku seringkali "kabur" dari segala pekerjaan yang ada untuk menenangkan diriku sendiri. Belum lagi kalau keadaan rumah sedang tidak baik-baik saja, semakin sulit untuk aku berpikir jernih dan menghirup udara bersih.

    Sebagai anak pertama, tidak hanya beban pribadi yang ditanggung, namun beban yang ada di keluarga pun juga harus dipikirkan. Jika kita memang belum bisa membantu orang tua untuk menyelesaikan masalah yang ada di rumah, setidaknya kita juga harus membantu berpikir mencari solusi.

    Akhir-akhir ini aku seringkali "lari" dari rumah untuk mencari suasana baru. Seperti saat ini, aku menulis di kantor budheku yang ada di Jakarta. Minggu lalu aku pergi ke rumah budheku yang satunya selama beberapa hari. Aku sangat jauh dari rumah, hanya untuk membuat diriku baik-baik saja. 

    Yah begitulah sedikit sambatanku mengenai kehidupan dan aku tidak akan cerita lebih lagi nanti jadi oversharing hehe. Semuanya memang berat, tidak hanya untuk anak pertama, anak kedua ataupun anak bungsu pun punya bebannya masing-masing apalagi untuk orang tua yang bebannya mungkin bisa lebih dari yang kita bayangkan. 

"If life was predictable it would be cease to be life, and be without flavor" 

Okay, kayaknya segitu dulu untuk tulisan hari ini. Adios!

Comments

Popular posts from this blog

Cerita Di SMA: Temu Gen Pertamaku Di Smala

Hai semuanya! Seluruh smalane pasti udah nggak asing banget sama yang namanya gen ya kannn? Gen(generasi) sendiri konon katanya dapat mengakrabkan hubungan kita dengan adik kelas maupun kakak kelas yang tergabung dalam generasi yang sama. Contohnya kaya genku ini, gen 4TEAM terdiri dari kelas X4, XI4, XII4, bahkan sampe alumni yang juga gen 4. Dan masih banyak gen lain, seperti GENJI(Gen 1), ANGELS(Gen 2), BEST(Gen 3), LIMO(Gen 5), CLASSIX(Gen 6), DJITOE(GEn 7), ARSPAN(Gen 8), LASSO(Gen 9), SSOSH(Gen IS). Kebersamaan gen sendiri terwujud dengan adanya TG(Temu Gen) dan acara-acara lain yang melibatkan gen. Acara TG sendiri biasanya diadakan di awal tahun.  Awal aku masuk smala hari Kamis, 5 Januari 2017. Anak-anak yang lain heboh banget pada bikin dekorasi kecil yang aku nggak tau waktu itu buat apa wkwk. Terus siangnya aku dimintain iuran buat kaos gen & buat TG sama Pauline temenku. Aku yang waktu itu buta informasi banget soal smala nggaktau apa itu Gen, TG, dan lain

Untitled: Tentang Kematian

Terasa hampa. Seperti tidak bisa membayangkan masa depan, dan rasanya akan mati esok hari. Mungkin banyak dari mereka, mengira bahwa masa depanku sudah tergambarkan, dengan angka-angka sampah tersebut. Namun waktu terasa sangat cepat, aku seperti bisa mendengar detik-detik terakhir. Jiwa menunggu sang akhir, namun dirundung ketakutan pula. Terbayang sebuah peti warna putih, yang siap dikuburkan Terbaring raga yang memang menantikan kematian sejak lama. Raga yang putus asa akan adanya nafas hidup, dan sudah mati rasa. Seperti sudah siap mematikan tubuh. Siapa yang akan berkunjung?  Mungkinkah kamu? Mungkinkah mereka? Atau mungkinkah Sang Dia? Mungkin hanya orang terdekat dan yang bisa merasakan apa arti kesepian.

Berfaedah: Terimakasih, Niken!

HAI SEMUANYAAA! Hahaha udah lama nih aku ngga update blog, maaf yaah ngga sempet up karena keabisan topik. Kali ini, aku mau berterimakasih banyak sama diriku sendiri, karena aku udah jadi orang yang sangat kuat! hehe. Mungkin disini aku bahasanya agak lebih santai dari biasanya karena ini aku copas dari private account instagram aku hihihi. Menjalani masa depresi dari November’17-Juni’18 beneran ga gampang. Ratusan kali punya pikiran buat bunuh diri, puluhan kali percobaannya juga.. beneran keren aku masih bisa ada sekarang. Di 2018 ini banyaaak banget pelajaran yang bisa diambil dan diresapi buat diriku sendiri. Gimana caranya aku harus bisa cuek sama sekitar, gimana caranya aku bisa tetap tenang ngejalanin masalah-masalah walaupun susah minta ampun, gimana caranya aku harus bisa sekuat baja yang dibenci ratusan orang. Bodohnya aku, aku ga langsung nyari pertolongan ke psikolog/ siapapun yang bisa nolong aku. Tapi akhirnya camproh ngerubah hidupku bgt. Aku jadi makin bisa bersy